Minggu, 13 Maret 2011

Andai Waktu bisa Diputar

Seandainya detik tak berjalan cepat
Ingin terulangi waktu
Saat semua normal
Saat semua belum berubah
dari diriku..
Akankah Tuhan izinkan?
Akankah aku dapat memutar balik waktu agar aku dapat
melihat kembali 'aku' yang tlah lama hilang?
Ingin melihat senyum kalian, sebelum kalian berubah
Ingin menyapa kalian, tapi tak bisa
Tuhan memang satu, kita yang tak sama..
Bisakah aku mengulang waktu?
Saat bersama kalian..
Tertawa gembira, tanpa duka
Tersenyum bahagia, tanpa penat dihati
Hanya Tuhan yang tahu garis takdir kita, sekarang dan selamanya :)

Kamis, 10 Maret 2011

Am I changed...? (part1)

SEORANG anak perempuan melenggang di susuran jalan yang sepi, mengenakan pakaian putih polos menuju rumahnya. Ketika sedang berjalan dengan santainya, ada 2 orang lelaki yang beraut wajah tak jelas menghadang perempuan itu.
          “Serahkan semua harta yang kau miliki! Atau kau akan kubunuh!” seru salah seorang perampok itu kasar ,menggenggam pisau tajam kearah wajah perempuan tadi. Akan tetapi, perempuan tadi malah tersenyum kecil tanpa raut takut sedikitpun terlukis diwajahnya. Karena merasa ancaman tadi tak digubris oleh sang mangsa rampok ini, salah seorang dari kedua orang tadi bersiap mengayunkan pisau kearah perempuan itu.
          Dengan cekatan, perempuan tadi menepis pisau yang hampir mengenai tubuhnya itu dan langsung mengunci tangan si perampok tadi. Seorang lagi kemudian menyerang si perempuan menggunakan pisau yang lebih runcing. Tetapi, si perempuan ini melakukan tinju belakang yang membuat si rampok beserta pisaunya terlempar. Kemudian seseorang yang sedaritadi berusaha mengumpulkan tenaga untuk membalas itu lalu menyerang perempuan itu.
          Wajah dan ekspresi wajah si perempuan ini tak berubah sedikitpun. Tak ada rasa takut terlukis diwajahnya. Dengan cepat perempuan itu menghindar dan menendang kepala si rampok dari belakang. Tak lama, kedua orang yang tadi mengancam nyawanya itu sudah terbaring tak berdaya di depan matanya.
          Perempuan itu pergi melenggang dengan santai kembali, tanpa ada rasa shock terbasit di wajah cantiknya itu. Meninggalkan perampok yang tetap di posisi lemah terkena serangan jitu si perempuan. Si perempuan pergi sambil bersiul riang.
v  
          “Mayumi, sudah dipersiapkan baju untuk berkemah nanti?” tanya seorang wanita paruh baya kepada anak perempuan cantik yang sedang menonton TV
          “Sudah, Bu..” jawabnya tanpa menoleh sedikitpun
          Wanita paruh baya itu hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Sifat yang tak pernah berubah dari Mayumi.
          “Oiya, Bu, apa bekal makanan dan perlengkapan lainnya sudah dipersiapkan dengan rapi?” tanya Mayumi kepada sang Ibu
          “Sudah. Tinggal kamu masukkan ke dalam tas kempingmu,” ujar sang Ibu sambil mengaduk masakannya itu
          Mayumi mengangguk-angguk. Tak lama, telepon rumahnya berdering. Mayumi bergegas mengangkat telepon rumahnya.
          “Ya, halo?”
          “Halo, Mayumi ya?” sapa suara centil dari seberang
          “Iya. Ada perlu apa, Yuki?”
          “Wah, kamu hebat bisa mengetahui suaraku!” riang Yuki
          Mayumi menghela nafas panjang. “Ah, suaramu kan tak pernah berubah,” jawabnya datar
          “Dasar. Oiya, kamu besok jadi datang kemping kan?” tanya Yuki
          “Iya, tapi jemput ya,” seru Mayumi tertawa
          “Huh. Kamu masih saja selalu malas disuruh jalan sedikit ya?” dengus Yuki. Yuki dan Mayumi memang selalu satu sekolah dari TK sampai SMA sekarang.
          “Sudahlah. Sampai jumpa besok, ya,” ucap Mayumi sambil menutup gagang telepon itu tanpa memperdulikan suara Yuki yang masih ingin berbicara.
          “Siapa yang telepon, Mayumi?” tanya sang Ibu
          “Yuki,” jawabnya datar sambil mengambil keripik kentang.
          “Besok siapa saja yang ikut kemping denganmu?” tanya Ibu lagi
          “Yuki, Akemi, Seguichi, Osamu, Matsuda dan aku,” jawab Mayumi sekenanya
          ”Ya. Berhati-hatilah,” ucap sang Ibu sambil menghidangkan makanan di atas meja
          “Iya iya. Aku kan sudah berlatih karate. Untuk apa belajar karate kalau tidak digunakan dalam keadaan terdesak, kan?” ucap Mayumi sambil membantu membersihkan peralatan memasak dengan senyum mengembang
          “Haha. Anak Ibu sudah pintar rupanya. Oh, Ibu lupa! Mayumi, tolong bangunkan adikmu,” perintah Ibu sambil mengambil piring-piring juga perlengkapan makan malam itu
          Mayumi mengangguk dan segera menuju lantai atas tempat dimana adiknya tidur. Mayumi mempercepat langkahnya. Perutnya sudah membunyikan bel tanda lapar. Dia mengetuk pintu kamar adiknya itu
          “Minami, sudah malam! Sampai kapan kamu mau tidur?” teriak Mayumi dari luar
          Pintu digeser dan tampak seorang perempuan sedang mengucek-ucek matanya. “Sudah malam?”
          Mayumi geleng-geleng kepala. “Sudah, cepat turun. Makan malam sudah siap,” seru sang kakak sambil menuruni tangga
          Mayumi duduk di kursi kesayangannya. Lalu segera mengambil sumpit untuk makan. Dan makan sashimi buatan sang Ibu. Minami mencuci muka agar tak mengantuk. Ibu hanya geleng-geleng kepala melihat anak bungsunya itu. Malam itu semua makan dengan lahap dan bergegas tidur, karena menunggu hari esok yang lebih cerah
v  
          “MAYUMIIIIIIII…” teriak Yuki dari bawah. “Cepat!!”
          Mayumi sesegera mungkin memakai kaus kaki dan memakai sepatu boot yang dibelikan Ibunya 4 hari yang lalu. Dan menyambar tas kempingnya terburu-buru. Dia memberi salam pada sang Ibu yang sudah menunggu di pintu keluar bersama Minami, sang adik. “Aku berangkat ya!” pamitnya lalu berlari kecil kearah mobil kemping milik Yuki yang sudah tak sabar untuk segera jalan.
          “Kamu telat, Mayumi!” protes Yuki di dalam mobil
          “Maaf. Maaf. Semalam aku lupa memasang alarm,” seru Mayumi sambil duduk di sofa mobil kemping.
          “Tapi, kebiasaan itu tak pernah bias berubah ya, Mayumi?” kata seorang cowok yang sedang membaca sebuah buku tebal itu dengan ekspresi datar
          Mayumi membulatkan mata. Yuki hanya bisa tertawa melihatnya. “Tapi benar juga kata Osamu, kamu tak pernah berubah,” ujar Yuki tertawa kecil
          Mayumi tambah manyun mendengar ucapan teman baiknya itu. “Kecerobohan saja kok” ucapnya dengan menjulurkan lidah
          “Sudah. Sudah. Yang penting kita sudah jalan, kan? Kasihan Mayumi selalu diperlakukan seperti orang yang terlahir dengan kecerobohan begitu,” lerai seorang cewek berambut lurus panjang hitam yang membawakan 6 gelas berisi teh hangat.
          “Terima kasih Akemi. Ah aku beruntung sekali hari ini. Wee..” ucapnya sambil bergelayut di tangan Akemi yang terkikik geli sambil menjulurkan lidahnya lagi. Melihat hal tersebut, Yuki dan Osamu hanya menggelengkan kepala pelan dan terkikik geli melihat tingkah teman yang memang sudah bertabiat seperti itu dari kecil
          “Hei, untukku taruh saja di meja sebelah sana, ya!” teriak suara cowok dari ruangan setir.
          “Siap, Pak!” seru Akemi meletakkan gelas the hangat di meja yang ditunjuk. “Aku taruh sini, ya!”
          Cowok itu hanya mengangguk sambil terus konsentrasi menyetir. Dia kemudian menyalakan musik dari tape yang ada di mobil kemping. Sesaat, terasa hening dalam mobil kemping itu. Semua sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Osamu membaca novel Sherlock Holmes kesukaannya. Yuki sibuk membersihkan ruangan yang lumayan kotor berdebu. Yuki memang terbiasa membersihkan segala sesuatu yang menurutnya berdebu atau kotor. Akemi sedang menyiapkan makanan dan perbekalan lainnya untuk dibawa ke area perkemahan. Sedangkan Mayumi sendiri sedang sibuk melihat pemandangan alam. Sedangkan Seguichi sedang menyetir. Lalu, kemana satu orang lagi, ya?
          “Eh, kemana Matsuda?” tanya Mayumi heran. Tak tampak batang hidung cowok usil itu.
          “Yah, paling dia sedang mendengarkan musik sambil menulis novelnya yang belum selesai ditulis di lantai atas,” jawab Yuki sambil terus mengelap kaca mobil yang berdebu
          “Oh..” Mayumi tak merasa heran. Sebab, dia sudah mengenal seluruh teman-teman baiknya itu dari SMP. Sedangkan dia dan Yuki sudah berteman erat sejak kecil. Jadi, dia tak merasa heran jika saja Matsuda mengurung diri dikamar mobil kemping hanya untuk mendengarkan musik dan menulis novel yang akan diterbitkannya itu. Sudah jadi kebiasaannya jika kemanpun belum menyelesaikan tulisan tersebut, rasanya hendak mati saja dia (itulah ungkapan Mayumi untuk Matsuda)
          Ada apa mencariku?” seorang cowok bertubuh tegap dan memakai baju kaus hitam turun dari tangga
          “Tidak. Hanya saja tidak melihatmu sejak aku naik tadi,” ucap Mayumi datar.
          Akemi yang sudah selesai mengepak barang-barang, kemudian duduk disamping Mayumi dan menyeruput teh hangat yang tadi dibuatnya. “Mungkin dia kangen padamu, Matsuda,” ucap Akemi nyengir kuda
          “Ih, terima kasih banyak,” ucapnya menyibirkan mulut.
          “Wah, jangan terlalu dingin begitu. Jujur itu membawa berkah, lho, Mayumi,” ucap Osamu seraya menutup buku dan dilanjutkan dengan tawa terbahak-bahak oleh Yuki dan Akemi.
          “Biasanya yang nyeplos duluan itulah yang kangen,” cibir Mayumi melirik kearah Akemi.
          “Ah maaf saja. Aku tidak kangen tuh,” katanya mendongakkan kepala. Disertai tawa menggelegar Yuki
          Osamu hanya memperhatikan dengan geleng-geleng kepala. “Mungkin kalian berdua yang kangen?” tanyanya sambil menyeruput teh hangat itu
          Akemi dan Mayumi langsung menggebrak meja bersamaan, membuat Osamu nyaris tersedak. Melihat itu tawa Yuki semakin lebar. “Hei, lihat-lihat dong kalau mau menggebrak meja!” ucap Osamu agak sewot
          Mayumi hanya tersenyum simpul lalu mengarahkan kepalan tangannya kearah wajah Osamu. Osamu yang melihat itu langsung ngibrit ke belakang Matsuda yang sedaritadi diam. “Ayo, kemari!” kata Mayumi meremas-remas tangannya sendiri.
          “A..aa..terima kasih,” ucap Osamu agak ketakutan. Biasanya, kalau Mayumi sudah mengepalkan tangan, itu artinya akan ada yang habis dihajar olehnya. Memang, Mayumi terkenal sebagai juara karate di kejuaraan tingkat kota. Jadi, wajar saja kalau dia jago menghajar orang dalam sekali serangan
          “Hei, sudah. Jangan memperebutkan aku,” ucap Matsuda tenang dan nyengir
          Mayumi menyipitkan mata. “Hah. Siapa juga yang berharap memperebutkan kau. Terlalu percaya diri,” ucapnya lalu duduk kembali
          “Sudah. Ayo, bersiap. Kita sudah mau sampai,” ucap Yuki masih dengan tawa tertahannya.
          “Benar,” kata Akemi sambil membereskan gelas-gelas minumannya
v  
          MALAM telah tiba. Bulan sedang penuh hari itu. Tampak 3 pasang anak muda yang sedang berkemah di area perkemahan dekat kaki gunung. Mayumi dan Akemi yang bias masak sedang memasak makan malam untuk mereka berenam, Osamu dan Matsuda sedang mencari kayu baker untuk api unggun, Seguichi sedang mengecek semua yang berhubungan dengan mobil kemping agar tidak ada masalah ketika ingin pulang, sedangkan Yuki sedang membantu membantu merapikan tempat untuk makan malam. Malam semakin larut, akhirnya mereka semua sudah siap untuk menyantap makan malam pertama di hari pertama berkemah.
          “Makan apa kita malam ini?” kata Seguichi seraya duduk di kursi panjang untuk makan saat berkemah yang kemarin dibeli oleh Osamu
          “Kari dan Beef steak,” jawab Mayumi sekenanya. Ia masih lelah menyiapkan masakan tersebut
          “Baiklah. Mari kita makan!” ucap Yuki dan Akemi hampir berbarengan yang membuat semua anak tertawa geli. Masakan malam itu membuat mereka tak sadar waktu berjalan cepat. Setelah selesai makan, Mayumi dan Yuki membersihkan tempat makan dan segalanya, sedangkan Akemi dan Osamu mencuci piring di dalam mobil kemping. Matsuda dan Seguichi menyiapkan tenda untuk bermalam saat itu, karena jam sudah menunjukkan larut malam.
          “Sudah siap perlengkapan untuk tidur?” tanya Akemi pada Seguichi
          “Ya, semua sudah beres. Sekarang mari kita nyalakan api unggun untuk menikmati malam ini,” seru Seguichi diikuti sorakan anak-anak yang lainnya
          “Eh,” ucap Matsuda membuka pembicaraan saat mereka berenam duduk melingkar di api unggun. “Selama kita bersahabat, sepertinya tak pernah ada yang memiliki hubungan serius, ya?” katanya sambil melirik seluruh teman-temannya satu per satu.
          “Maksudmu?” tanya Mayumi yang agak telat connect.
          “Maksud Matsuda, kenapa selama kita berenam bersahabat tak ada yang memiliki hubungan serius dengan salah satu diantara kita,” lanjut Seguichi menyeruput kopi yang dibuatkan Mayumi tadi
          “Oh. Memang bukan takdir kali,” jawab Mayumi datar
          Osamu, Seguichi, dan Matsuda menghela nafas panjang. “Dasar,” ucap mereka berbarengan
          “Benar juga sih kata Matsuda. Hei bagaimana kalau kalian jujur saja. Diantara kami, siapa orang yang kalian senangi?” todong Yuki cekikikan
          Sontak ketiganya menyemburkan minuman yang baru saja mereka minum secara bersamaan. “HAH?!”
          Akemi menghembuskan nafas panjang. “Sudah. Jujur saja!” katanya tersenyum simpul
          “Kami sih tidak ada,” kata Osamu sambil melirik Seguichi. “Ya, kan Seguichi?”
          “Ya, tapi kalau dia sih lain ceritanya,” ucap Seguichi melirik Matsuda yang mematung. “Kamu ada kan, Matsuda?” tanya Osamu ganti. Seguichi mengangguk-angguk. Begitu pula dengan Yuki dan Akemi yang penasaran setengah mati. Tapi, Mayumi hanya diam saja mendengar pembicaraan itu. Sebab, ia malas mendengar pembicaraan yang baginya tak penting.
          “Tidak,” ucapnya tertahan sambil memanyunkan mulutnya. Dia menyeruput kopinya dengan cepat.
          “Haa.. Kamu tak akan bias berbohong. Katakan saja,” senggol Osamu tersenyum kecil. Lalu melirik Seguichi yang tertawa-tawa.
          “Siapa sih?” tanya Yuki penasaran. Pasalnya, dia baru tahu kalau Matsuda yang lebih sering menutup hatinya itu menyukai seseorang.
          “Ah. Aku tahu!” kata Akemi tiba-tiba. Kemudian dia melirik Seguichi sambil memberi isyarat dan dibenarkan oleh Seguichi oleh isyarat pula.
          “Siapa? Siapa?” tanya Yuki lagi penasaran.
          Akemi berbisik-bisik. Kemudian mata Yuki berbinar. “Wah, dugaanku benar! Hebat kau, Matsuda” kata Yuki seolah menggoda Matsuda yang menatap tajam Osamu dan Seguichi dengan tatapan membunuh.
          “Siapa memang?” tanya Mayumi angkat suara. Lama kelamaan dia penasaran juga dengan pembicaraan mereka itu.
          Yuki tertawa kecil bersama Akemi. “Kamu nggak tau?” tanya Akemi meyakinkan Mayumi
          Mayumi menggeleng. “Ya nggaklah. Orang tadi kalian bicara berbisik. Mana aku dengar,” ucapnya sedikit sewot
          “Tapi masa iya sih kamu nggak ngerti? Ih parah deh” kata Yuki sambil melirik Matsuda yang menyinyir kesal.
          Mayumi menghela nafas. “Aku nggak ngikutin pembicaraan kalian. Mana bisa aku nyambung?” cibirnya manyun
          “Nanti kamu juga tahu,” kata Osamu menyenggol Matsuda yang mematung. Seguichi tertawa melihat sikap sahabatnya itu. “Akan ada waktunya juga, kok, Mayumi,” Osamu menepuk pundak Mayumi pelan sambil melirik ketiga sahabatnya dan tertawa bersama. Mayumi hanya diam. Kesal juga tidak, tapi entah kenapa dia sedikit merasa penasaran. Mungkin karena terkejut mendengar Matsuda mengagumi seseorang. Matsuda yang sering sekali menutup diri. Tapi, sudah diputuskan untuk tidak memikirkan masalah itu. Lebih baik memikirkan siapa yang bias disukai oleh aku sendiri, gumamnya
v  

`        Keesokan harinya, mereka berenam sudah dalam perjalanan ingin pulang. Tapi sebelum itu mereka ingin jalan-jalan ke Touto Tower, gedung merah bertingkat yang dimana kita dapat melihat seluruh kota Tokyo darisitu.
          Mereka berenam dulu sering kesini. Tapi, semenjak mereka masuk SMA, mereka jadi jarang sekali bercanda ria dan bersenang-senang dtempat seperti Touto Tower ini. Mereka berenam menganggap tempat ini tempat kenangan bagi mereka, karena di tempat inilah mereka bertemu dan akhirnya menjadi sahabat dekat seperti sekarang. Touto Tower terletak persis ditengah kota Tokyo.
          “Hei, aku haus. Temani aku beli minum dong!” pinta Mayumi memegangi lehernya yang mengisyaratkan bahwa ia haus.
          “Sama Akemi saja. Aku sedang betah duduk disini,” ucap Yuki sambil terus meneropong
          “Aku juga sama, tahu” sahut Akemi protes. “Seguichi atau Osamu saja,” usulnya kemudian
          Seguichi dan Osamu mengangkat alis. Kemudian saling lirik dan menoleh pada Matsuda yang sedang nganggur. “Kami nggak bisa. Sama Matsuda saja,” usul Seguichi mewakili Osamu sekalian. Mendengar itu, Matsuda sontak kaget. Ia melotot pada kedua orang yang cengengesan menatapnya.
          “Huh. Sibuk apaan sih? Dasar. Ya sudah, ayo. Aku sudah terlalu haus,” ucap Mayumi manyun sambil menarik tangan Matsuda mengisyaratkan untuk pergi. Lebih tepatnya sih, menyeret. Matsuda menatap Seguichi dan Osamu dengan jengkel setengah mati. Terpaksa dia menemani Ratu karate yang ganas ini.
v  


          “Lho? Kemana Matsuda dan Mayumi?” tanya Yuki heran menoleh kepada Akemi dan Osamu.
          “Dia pergi beli minuman sama Matsuda ke bawah. Sudah, berikan kesempatan untuk mereka. Lagipula siapa tahu saja, mereka bisa menyeriuskan hubungan persahabatannya,” ungkap Osamu melirik Seguichi
          “Ya, itu benar,” tambahnya. Yuki dan Akemi saling pandang dan akhirnya mereka tersenyum tanda mengerti apa maksud perkataan dari Osamu tadi.
v  
          PUKUL 06.30, Mayumi menyiapkan segala sesuatu yang diperlukannya untuk berangkat ke sekolah. Setelah merasa siap, dia segera menuju kamar mandi untuk membersihkan badan. Rasa letih masih mengguncang tubuh, bekas kemarin dia berjalan-jalan dengan kelima temannya.
          “Mayumi, sudah selesai belum mandinya? Adikmu juga ingin mandi!” teriak sang Ibunda dari luar sambil menggedor pintu kamar mandi pelan.
          Mayumi keluar kamar mandi dengan seragam SMU lengkap. “Sudah, tuh,” jawabnya singkat seraya pergi menuju ruang makan.
          “Kakak lama sekali sih mandinya?!” sewot Minami, sang Adik
          “Salahmu kenapa kamu bangun kesiangan, sudah tahu kakakmu yang satu ini kalau sudah yang namanya mandi itu lamanya tak terbayangkan,” jawab Mayumi saat berpapasan dengan Minami yang jengkel menunggu kakaknya itu selesai mandi.
          “Huh. Alasan saja kamu,” ketus Minami lalu menyambar handuk untuk segera mandi.
          Mayumi tak menggubris dumelan adik sematawayangnya itu. Karena memang sudah kebiasaan setiap pagi adalah pertengkaran karena mandi. Jadi sudah biasa baginya bertengkar hanya karena itu. Mayumi segera mengambil mangkuk berisi nasi dan mengambil sumpit untuk memakan salmon panggang buatan sang Ibu yang sudah bangun dari jam 5 tadi.
          “Wah, sarapan kita pagi ini salmon panggang, ya, Bu?” tanya Mayumi sambil menyumpit makanan sarapan pagi itu.
          “Iya, makanlah agar kamu tumbuh besar,” ujar sang Ibu sambil mencuci piring bekas memasak.
          Mayumi tampak asyik dengan makanan pagi itu. Minami yang baru selesai mandi segera menuju ruang makan dan menaruh handuk ditempatnya. Ibunda Mayumi juga duduk disebelah Mayumi untuk menyantap masakan pagi itu bersama kedua orang anaknya.
          “Oh iya, Mayumi. Ibu kok tak pernah melihatmu dekat dengan laki-laki, ya?” tanya sang Ibu memulai pembicaraan ditengah keasyikan sarapan pagi itu.
          “Ah, mana ada yang mau sama kakak, Bu. Galak begitu,” celetuk Minami santai tanpa tahu kakaknya memelototinya.
          “Ih, enak aja kamu! Emangnya aku seperti kamu yang doyan gonta-ganti pacar?” ujar Mayumi sewot dan agak jengkel.
          “Suka-suka aku dong. Daripada belum pernah punya pacar sama sekali seperti kamu?” jawabnya sambil menjulurkan lidah, membuat Mayumi semakin gemas padanya.
          “Sudah, sudah. Ibu kan bertanya pada Mayumi, hayo! Minami tidak boleh seperti ini lagi ya?” ucap Ibu lembut.
          “Yaa,” Minami tersenyum lalu tertawa cekikikan kearah kakaknya yang merengut kesal.
          “Ya sudah, aku berangkat duluan,” ujar Mayumi beranjak dari tempat duduknya setelah selesai makan.
          “Eh, tungguin aku dong!” kata Minami langsung beranjak dan segera minum susu cokelatnya.
          “Cepatan kalau mau ikut aku!” sewot Mayumi yang sudah siap dengan segala perlengkapannya dan bersiap berangkat ke sekolahnya..
          “Bu, aku berangkat sekolah dulu, ya,” pamit Mayumi ketika melihat sang adik sudah muncul dan siap berangkat.
          “Iya, hati-hati. Jangan bertingkah macam-macam di jalanan ya, Nak,” ucap sang Ibunda sambil mengantar kedua anaknya sampai pintu depan.
          “Ya, Bu” ucap Minami dan Mayumi berbarengan, lalu pergi meninggalkan rumah untuk menuju ke sekolah dan belajar sebagai murid di sekolah masing-masing.
v  
          “Mayumi, kamu sudah mengerjakan tugas dari Bu Kobayashi?” tanya Yuki yang duduk disebelah tempat duduk Mayumi
          “Sudah, kamu sendiri?” tanya Mayumi balik
          “Sudah kok, eh tahu tidak katanya pemain andalan lawan pertandingan basket pekan depan terkenal lucu dan tampan, lho!” ujar Yuki berbinar.
          “Masa, sih?” tanya Akemi yang memang tertarik dengan hal seperti itu.
          “Iya, makanya pekan depan ikut aku yuk nonton pertandingan basket itu!” ajak Yuki.
          “Aku mau!” jawab Akemi bersemangat.
          “Aku sih tentu saja tidak!” celetuk Mayumi santai.
          “Oh iya, kita lupa, kalau Mayumi sih lebih tertarik sama ikan daripada sama cowok!” ledek Yuki cekikikan, membuat Mayumi merengut jengkel.
          “Iya, benar juga! Oh iya, katanya juga ada guru baru ya?” tanya Akemi pada Yuki.
          “Iya iya, guru bahasa inggris perempuan, kan? Kalau tidak salah dia baru akan mengajar 1 bulan lagi menggantikan pak Takeshi,” ujar Yuki mengingat-ingat.
          Mayumi diam saja melihat tingkah kedua sahabat karibnya itu bergosip ria. Jelas. Karena Mayumi sendiri berbeda dengan cewek pada umumnya. Ia terkesan tomboy, dan idealis bagi seluruh cowok disekolahnya. Maka tak heran banyak sekali cowok di sekolahnya, baik adik kelas ataupun kakak kelasnya yang terpesona bahkan memintanya menjadi pacarnya. Mayumi sendiri tak pernah menggubris hal seperti itu. Baginya, jika ia sudah benar-benar menyukai seseorang barulah ia akan menyandang status yang lebih jelas.
          Tak lama kemudian, Bu Kobayashi masuk ke dalam kelas. Kagami, sang ketua kelas member komando agar member hormat. Setelah itu pelajaran yang paling Mayumi benci itu pun dimulai tanpa basa-basi, kimia. Dan ternyata guru ini memberikan ujian dadakan! Oh tidak….!
v  
          “Mayumi, kamu kenapa?” Tanya Akemi begitu mendapati sobat karibnya tersebut duduk lesu saat berada di kantin.
          “Aku bisa gila kalau setiap hari selalu aja ada ujian dadakan. Kimia tadi contohnya!” seru Mayumi menggebu-gebu sambil menyeruput es kopi miliknya.
          “Oh, rupanya karena ujian dadakan tadi. Iya, aku juga stress. Masa Bu Kobayashi memberikan ujian 50 soal dengan jawaban panjang semua, pula,” sahut Yuki kesal.
          Akemi geleng-geleng kepala, “Iya sih. Belakangan ini memang banyak sekali ujian dadakan. Dan yah, aku akui semuanya tak semudah yang dibayangkan.”
          Mayumi mengaduk-aduk es kopinya sambil merengut jengkel, “Jelas tidak mudah. Namanya juga ujian, kan nggak boleh melihat buku!”
          Akemi dan Yuki berpandangan sesaat, “Ya iyalah, kalau melihat buku namanya bukan ujian, Mayumi!?” teriak mereka berdua di telinga Mayumi.
          Mayumi mengusap-usap telinganya yang merah dan bersungut kesal. Akemi melanjutkan makan sushi sedangkan Yuki menyeruput sirup jeruknya sampai hampir habis. Tiba-tiba handphone-nya bergetar, Mayumi mengambil handphone-nya dan mengangkat telepon.
          “Halo?”
          “Mayumi?” sahut suara cowok dari seberang.
          “Iya, kenapa Matsuda?” jawab Mayumi tetap datar. Dia sudah menyimpan kontak teman-temannya itu. Jadi, dia pasti tahu siapa yang menelpon tanpa harus menanyakannya.
          “Rupanya kamu tahu, ya?”
          “Ya iyalah. Aku sudah menyimpan nomor kontakmu, tahu!”
          “Oh, begitu..”
          “Lalu, ada apa?”
“Anu, nanti pulang sekolah ada yang ingin aku bicarakan, bisakah kamu datang ke gudang olahraga?”
Kening Mayumi mengerut, “Bisa sih. Mau bicara apa, ya?”
“Nanti saja. Kamu akan mengetahuinya,” jawab Matsuda agak canggung.
“Oke, aku tunggu,” sahut Mayumi lalu menutup telepon.
“Siapa?” Akemi menyeruput air dinginnya sambil memandang Mayumi sejenak.
“Matsuda,” jawab Mayumi datar dan singkat.
Akemi dan Yuki berpandangan untuk kedua kalinya dengan heran. Akemi mengangkat bahu, “Lalu apa yang kalian bicarakan?” Tanya Yuki dengan senyum penuh arti.
“Dia memintaku untuk datang ke gudang sekolah sepulang sekolah nanti, katanya sih dia mau bicara sesuatu,” jawab Mayumi.
“Wow! Jangan-jangan….” Sahut Akemi iseng sambil menjawil ujung hidung Mayumi.
“Jangan-jangan apa?” dahi Mayumi mengerut dan heran.
“Jangan-jangan dia ingin menyatakan perasaan kepadamu!” sahut suara cowok dari belakang yang pastinya mengagetkan ketiga cewek yang sedang ngerumpi di kantin ini.
“Apa sih, Osamu?!” bantah Mayumi kesal, tapi wajahnya merona.
“Kan jangan-jangan, siapa tahu benar apa kata Osamu,” celetuk seorang cowok lagi.
“Setuju!” teriak Akemi dan Yuki seperti koor saja.
Mayumi melotot ke arah Akemi dan Yuki, “Mana mungkin! Matsuda kan popular, keren, dan banyak cewek yang kesengsem sama dia. Kenapa dia harus suka aku? Nggak ada alasan yang masuk akal!” sangkal Mayumi sambil terus menyeruput es kopinya.
Seguichi mendengus, Osamu memandang Akemi dan Yuki sambil mengangkat bahu, “Kan memang nggak ada alasan untuk cinta. Cinta itu kan tanpa sebab!” jawab Akemi berapi-api.
“Aku setuju. Lagipula, kamu kan cantik dan pintar, Mayumi. Nggak ada cowok yang nggak ‘pernah’ suka sama kamu. Inget ya! Pernahnya dikutip. Haha..” sahut Seguichi yang membuat Mayumi semakin dongkol.
“Sok tahu kamu, Chi! Udah ah, aku nggak perduli sama yang begituan!” seru Mayumi dengan wajah makin merona.
Seguichi, Osamu, Akemi dan Yuki cekikikan geli. Wajah Mayumi yang sudah semerah kepiting rebus itulah yang membuat mereka semakin ingin tertawa lepas, kalau bukan karena mereka berada di kantin pasti mereka sekarang sudah menertawakan wajah Mayumi tersebut.